Iklan

Pat Gulipat, Untung Berkali Lipat, Perusahaan Test PCR Milik Para Pejabat

snapIG
08 November 2021 | 23.06 WIB Last Updated 2021-11-08T16:07:32Z
Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN, Erick Tohir. Photo Invert
LAPORAN UTAMA
SnapIG.id - Presiden Jokowi mengumumkan untuk pertama kalinya bahwa Covid-19 telah masuk ke Indonesia, itu terjadi pada hari Selasa, 2/3/2020. Pada saat itu Presiden Jokowi ditemani oleh dr. Terawan Agus Putranto yang masih menjabat Menteri Kesehatan. Langit Indonesia yang cerah seakan terasa mendung ketika dua warga Depok diumumkan terkonfirmasi virus Corona SARS-CoV2.

Kepanikan menghantui seantero tanah air, begitu banyak video-video yang mencuplik betapa bahayanya virus ini beredar/berseliweran di WhatsApp Group terutama peristiwa dari Wuhan, China, tempat dimana pertama kali virus Covid-19 ditemukan. Sejak saat itu berbagai reaksi muncul, bukan hanya dari kalangan bawah saja tapi termasuk para pejabat. Tentu anda masih ingat pernyataan-pernyataan para pejabat saat itu, ada yang bilang “Pada Negara yang beriklim Tropis, corona tidak bisa masuk”. Sempat-sempatnya juga Dokter Terawan selaku Menteri Kesehatan, menampilkan 3 Gadis yang sempat terpapar virus Covid-19 sembuh karena mengkonsumsi jamu.

Kabar duka mulai menyelimuti Indonesia, disana-sini berita meninggalnya masyarakat dengan ciri terpapar virus Covid-19 meninggal dunia termasuk beberapa pejabat penting Negara. Pemerintah mulai pontang-panting menghadapi virus tersebut, banyak aktifitas mulai ditiadakan. Pejabat rapat kiri-kanan meramu kebijakan demi memutus rantai persebaran Virus Corona SARS-CoV2 tersebut. Soal ekonomi, Pemerintah telah gelontorkan dana ribuan triliun rupiah untuk alat medis, obat, Rumah Sakit dan Bansos untuk masyarakat selama beberapa bulan. Laju ekonomi yang sebelumnya sempat tumbuh dan berkembang pada kisaran angka 5%, pada kuartal II dan III 2020 Justru mengalami penurunan yang teramat drastis, saat itu Indonesia mengalami penurunan ekonomi minus 5,32%.

Saat itulah Pemerintah mulai utak-atik kebijakan, sekian kali ganti nama kebijakan namun tak kunjung menurunkan lonjakan kasus terpapar. Pada medio pertengahan tahun 2021, Indonesia melalui akun resmi @kawalcovid19 mengumumkan bahwa total masyarakat yang terpapar mencapai 1.341.314 jiwa. Sejak awal bulan Januari 2021, secercah harapan mulai muncul sebagai pertanda berakhirnya pandemi, dengan mulai di distribusikannya Vaksin, Presiden Jokowi sebagai orang pertama yang disuntik vaksin (13/1/21).

Seiring dengan mulai disosialisasikannya vaksin, kebijakan tentang perjalanan masyarakat yang hendak bepergian mulai diubah, waktu itu masyarakat yang hendak menyambut Natal dan tahun baru. Syarat yang sebelumnya mewajibkan dokumen rapid test antibodi, diganti menjadi rapid test antigen. Menko Marinvest, Luhut Binsar Pandjaitan yang mengumumkannya pertama kali (15/12/20). LBP menyampaikan bahwa rapid test antigen memiliki sensitivitas lebih akurat dibandingkan rapid test antibody.

Permenhub No.25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi yang keluar saat menjelang momentum mudik pada Hari Raya Idul Fitri, guna membatasi lonjakan pemudik, mengatur agar seluruh kendaraan baik pribadi maupun umum pada wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dilarang keluar masuk, termasuk adanya pembatasan penerbangan pesawat udara, Luhut lah yang waktu itu selaku Ad Interim Menhub menandatanganinya (23/4/20).

Tak berselang lama, aturan rapid test antigen mulai direvisi, 26 Juni 2020, Satgas Covid-19 RI mengeluarkan Aturan Teknis terkait perjalanan (Pengaturan Teknis Permenhub No.25 Tahun 2020) muncul-lah syarat perjalanan udara wajib melampirkan dokumen hasil rapid tes PCR yang dimana test tersebut membutuhkan spesimen swab orofaring atau swab nasofaring. Tes tersebut dinilai lebih akurat lagi dibandingkan hasil test sebelumnya yaitu rapid test antibodi karena dapat mengidentifikasi virus dalam sekresi hidung dan tenggorokan.

Mahalnya biaya Test PCR Swab mulai dikeluhkan masyarakat, para awak media mulai curiga dan menginvestigasi, apa sebenarnya yang terjadi dibalik berkali-kali digubahnya aturan penggunaan test tersebut. Belakangan mulai muncul dua nama beken, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN, Erick Tohir sebagai pemilik dari perusahaan yang memberikan jasa pelayanan test PCR Swab tersebut. Indonesia Corruption Watch (ICW) pada bulan Agustus 2020 pernah menyampaikan kepada media terkait adanya potensi konflik kepentingan para pejabat Negara dengan adanya aturan Test PCR Swab, namun saat itu ICW masih menyoroti pejabat Kementrian Kesehatan terkait harga test yang begitu tinggi melalui Surat Edaran yaitu Rp. 900 Ribu (28/4/21).

Adalah Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto yang awalnya mengungkap keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan dalam penyediaan Test PCR. Seto menceritakan (3/20) dirinyalah yang melaporkan kepada LBP agar Pemerintah menyediakan alat test PCR, namun karena dirinya sanksi kalau Pemerintah bisa mengadakannya dalam waktu singkat, maka Seto meminta pihak swasta yang mengadakannya. Berangkat dari hasil laporan tersebut, Seto menyampaikan kepada media bahwa saat itu, LBP memintanya untuk mencari alat PCR dan menyampaikan bahwa LBP akan  mendonasikan alat tersebut untuk Fakultas Kedokteran beberapa kampus di Indonesia. Kisah yang sama juga terjadi di Kementrian BUMN, Wamen BUMN, Budi Sadikin diperintah mencari alat test PCR oleh Menteri BUMN, Erick Tohir, bedanya Erick Tohir akan menyumbangkan alat tersebut ke beberapa Rumah Sakit BUMN.

Seto dan Budi Sadikin sama-sama memesan alat tersebut pada bulan Maret 2020, dengan alasan jika pesanan barang yang sama dengan jumlah yang besar, mereka akan mendapatkan harga yang lebih murah, bulan Mei 2020 alat tersebut pun datang dan mulai didistribusikan, namun alat tersebut tidak bisa digunakan karena beberapa kampus dan RS BUMN belum dilengkapi VTM (Viral Transportasi Medium).

Selain persoalan VTM, alat ekstraksi RNA juga menjadi kendala, akibatnya setelah adanya kampus dan RS BUMN berhasil melakukan test namun angka test yang didapatkan sangat rendah yaitu 100-200 test perhari padahal kebutuhannya waktu itu agar bisa test 7.000-9.000 perhari. Kendala-kendala di lapangan tersebut diduga kuat mempertemukan LBP dan Erick Tohir di PT. GSI, perusahaan pengelola laboratorium hasil test PCR. Dua perusahaan LBP, PT Toba Sejahtera dan PT. Toba Bumi Energi tercatat memiliki saham di PT. GSI, Sedangkan perusahaan lainnya yaitu PT. Adaro Energy Tbk adalah milik kolega Erick Tohir.

Test PCR Swab yang harganya bisa mencapai satu juta rupiah bahkan lebih pada saat itu, memang sudah pasti memberikan keuntungan berkali-kali lipat untuk perusahaan, namun yang sangat disayangkan masyarakat adalah; kebijakan penggunaan alat test PCR justru lahir dari para pejabat yang hari ini diketahui, dimiliki oleh mereka yang menandatangani aturan tersebut.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pat Gulipat, Untung Berkali Lipat, Perusahaan Test PCR Milik Para Pejabat

Trending Now

Iklan

iklan